5 tahun..
“kamu..kenapa?”
Hyesun mendongak. Seorang bocah laki-laki dengan tubuh menjulang
tinggi, lebih tua kira-kira dua tahun menatapnya cemas.
“kok menangis?”
“aku..aku..”
BLAARRRRR....petir menyambar lagi membuat Hyesun semakin takut.
Anak-anak di tempat penitipan tersebut menjerit dan berlarian menuju suster
pengasuh. Ia ingin juga, tapi kakinya seperti membeku karena gemuruh petir.
“aku takuut..” isak Hyesun lirih seperti berbisik. Tubuh mungilnya
bergetar. Air matanya turun deras tapi ia tetap diam diposisi duduknya.
“mama...”
Sebuah boneka beruang,besarnya melebihi tubuhnya sendiri tiba-tiba ada
dihadapannya. Lalu disampingnya muncul boneka 7 kurcaci, dan boneka gadis
berambut pirang dikepang.
Hyesun bingung masih dalam keadaan ngeri.
“jangan takut..ini ada teman” bocah itu tersenyum menenangkan hati
Hyesun.
Dia ikut duduk disebelah Hyesun dengan jemarinya menautkan pada
jari-jari Hyesun.
BLAARRRR...
“akkhh..” Hyesun menangis pelan lagi. Matanya tertutup terkejut dan
sangat takut. Tapi genggaman di jemarinya ia rasakan sangat kuat. Dan sekarang
ia merasa tubuhnya begitu hangat dan aman.
Ia membuka mata.
“jangan takut. Aku disini memelukmu. Dan jangan menangis lagi..”
Wajah mereka begitu dekat, menatap satu sama lain dan menghirup aroma
nafas yang harum satu sama lain.
Bola mata itu begitu menentramkan hati Hyesun, si gadis cilik. Samar
Hyesun mengangguk. Si bocah tersenyum memperlihatkan sederet gigi ompongnya dan
menyeka air mata Hyesun dengan sangat lembut, penuh kasih sayang.
“terima kasih..”
.
.
.
.
.
14 tahun
“kamu..kenapa?”
Anak laki-laki berseragam Sekolah tinggi ikut berjongkok dihadapan
Hyesun yang wajahnya sudah berantakan. Hidungnya merah,matanya bengkak, air
mata terus mengalir, dan isaknya cukup kencang.
“terjadi sesuatu?” anak itu semakin khawatir.
“Serafina..” bisik Hyesun sambil sesenggukan.
“ada apa dengan Serafina?”
“dia..meninggal..” Hyesun menutup bibirnya untuk menangis lebih banyak.
Ia meremas rok sekolahnya kuat-kuat menahan sedih.
Anak tersebut menghela nafas sedikit lega. Dipeluknya Hyesun erat-erat
dan mengelus punggungnya lembut.
“jangan menangis..sudah waktunya untuk dia pergi..” bisiknya tepat di
telinga kiri.
Hyesun hanya melepas kepedihannya didada rata sang anak laki-laki.
Hingga seragamnya agak basah.
“nanti kita cari kucing lain yaa..bersama-sama” ajak anak tersebut
sambil tersenyum hangat.
Hyesun mendongak. Diusapnya air mata lalu mengangguk khidmat.
“janji yaa..”
.
.
.
.
.
18 tahun
BRUAKKK..BAKK..
Hyesun meringkuk diujung dinding. Memeluk lututnya dengan gemetar
hebat. Tak sadar air matanya terus-menerus mengalir dan ia sungguh ketakutan.
“kau tidak apa-apa?” Hyesun tidak menjawab pertanyaan pemuda itu.
Wajahnya teramat syok mengalami kejadian ini. Pemuda tersebut melepas jaket
kulit yang ia pakai dan menyampirkan pada bahu Hyesun yang pakaiannya sudah
berantakan.
“aku..takut..” bisik Hyesun pedih. Sebagai wanita ia benar-benar
dilecehkan.
Si pemuda langsung memeluknya erat dan mencium kening Hyesun mencoba
menenangkan.
“ssstt..jangan menangis. Sudah berakhir. Yang terpenting kau selamat.
Polisi akan segera meringkus mereka..”
Hyesun mencengkram erat lengan si pemuda.
“mereka..hampir memperkosa aku..” katanya gemetar dengan isak tangis.
“kau selamat..jangan takut. Aku akan selalu menjagamu..ssstt jangan
menangis lagi..ayo kita pulang. Tempat ini berbahaya untukmu”
Keduanya berdiri saling memeluk. Sang pemuda menuntun Hyesun begitu
erat dan perlahan-lahan. Seolah takut Hyesun akan direbut bajingan-bajingan itu
lagi.
“aku akan selalu bersamamu.. jadi jangan takut..dan jangan menangis..”
Hyesun tersenyum lemah.
“terima kasih..”
.
.
.
.
.
22 tahun
“kenapa menangis?”
Kali ini ia membiarkan Hyesun menangis dibahunya, tanpa pelukan, atau
belaian lembut. Hanya keduanya saling menggenggam.
“ini tangis bahagia,tolol”
Pria itu tersenyum dan mencium puncak kepalanya menghirup aroma
gadisnya.
“jadi..apa jawabanmu adalah..menangis?”
Hyesun menjauh, menatap sang pria cemberut konyol dengan air mata
‘bahagia’nya itu masih menggantung.
“menangis bahagia..itu berarti IYA” bentaknya kesal lalu menggeser
duduknya ke ujung tidak mau dekat-dekat.
Sang pria tertawa bahagia. Mendekati Hyesun lalu memasang cincin emas
kecil ke jari tengah Hyesun. Lalu mencium buku-buku jarinya. Hyesun meneteskan
air mata lagi. Ia menatap penuh harap pria itu yang sekarang mencium bibirnya
mesra.
“terima kasih..
.
.
.
.
.
.
“kenapa..menangis?”
Hyesun melengkungkan tubuh dan membuka bola mata indahnya.
“sakit minhoo..” ia membuka kedua pahanya semakin lebar dan
mengencangkan pelukan dipinggang minho.
“mianhe..kita lakukan pelan-pelan yaa..”
Minho mengecup setiap tetesan air mata pengorbanan Hyesun karena
tusukannya.
Tapi hal tersebut memang sakit membuat air matanya tidak dapat berhenti
keluar dan memejamkan mata erat-erat.
“akkhh...” Hyesun sedikit menjerit dan mendesah menekan kukunya di
punggung minho.
“masih sakit? Maafkan aku..” cup. Minho mengecup bibir basahnya.
“tidak apa-apa. Teruskan sayang..”
Minho tersenyum tidak percaya. Selanjutnya hanya teriakan dan desahan
nikmat dipenjuru sudut kamar tidur.
Minho mengalungkan lengan dibawah punggung dan pinggang Hyesun yang
telanjang dengan erat. Membenamkan hidung mancung di lekukan leher Hyesun
dalam.
Sedangkan Hyesun memejamkan mata menikmati sisa-sisa kemesraan yang
dibuat.
“Hyesun..”
“uhmm?” ia membuka mata.
“terima kasih..”
Hyesun memandangnya. Lagi-lagi, air matanya turun dengan senyum haru
dan bahagia.
“dasar cengeng”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar